Postingan

Pergi

Pernahkah kamu berpikir Tuhan menjatuhkan mu pada hati yang salah. Menempatkan mu pada sebuah bejana dimana ada berjuta dusta perihal rasa. Keyakinan saja ternyata tak bisa dijadikan topangan untuk bertahan, dan kini remang bayangan hitam mencampuradukkan kenyataan dan penyesalan yang menakutkan. Ada yang pergi, setelah memantapkan hati untuk tak lagi berbagi. Ada yang meninggalkan, setelah segala curiga telah ditanggalkan. Mengenangmu, mengingatkan pada aroma kepedihan seluas samudra, yang tertutup hanya dengan sekeping cinta. Mengenangmu, membawaku merasakan pengapnya jiwa yang penuh harap, lalu dingin terbungkus senyap. Di persimpangan ini, aku tak akan berhenti, aku harus berdiri, memilih sadar bahwa segala yang ku harap benar telah pudar, memilih pergi karena sejatinya aku tak pernah dicintai. Bukit Subur, 10 Juli 2020

Ruang Hati

Seharusnya, jantung ini sudah tidak perlu bedegub, sudah terlalu lama, sudah sekian waktu semua cerita terkubur ribuan kejadian. Setiap kenangan, ditimpa oleh kenangan yang lain, tertimbun, terbenam dalam, seharusnya. Tapi tidak. Aku tak pernah menginginkan rindu, aku tak pernah lagi mencoba membayangkan, atau menggambarkan anggunmu di angan-angan, aku takut bahagia dalam ruang yang salah, karena mengenangmu selalu saja menciptakan jejak sebentuk perih. Aku memilih mundur selangkah, lalu menjauh. Memendam dalam segala rupa rasa, bertaruh dengan ruang dan waktu, untuk sesuatu yang jauh dari mimpi, apalagi membawanya dalam alam nyata. Berharap keajaiban, lalu, rupanya keajaiban bagi pecundang sepertiku ini mungkin membuatnya enggan menghampiri. Perjalanan ini tak hanya untuk menyatukan hati dua anak manusia, ya aku tahu pasti. Ada banyak hal yang mesti padu padan seiringan. Sementara, aku lihat kau ragu, bukan salahmu, karena di persimpangan itu aku tak pernah sanggup meyakinkanmu, menja

Jalang

Dari kerumunan itu, adalah aku yang tersisih, terbuang, banyak masa terasa menjadi yang terinjak-injak. Kuku-kuku tajam itu, tak lagi jadi milikku. Aku kalah, sebuah cita-cita menjadi sosok terdepan dalam perburuan-perburuan besar itu hanya tinggal agan. Kawanan demi kawanan mulai meninggalkanku, aku memilih menepi, dalam sisa-sisa kehidupan ini mungkin aku masih bisa memperbaiki segala keadaan. Musim-musim berburu telah banyak berlalu, aku hanya menjadi sisa-sisa yang harus tetap tinggal. Aku akan pergi, sampai pada suatu masa, setiap perburuan adalah kuku-kuku tajam ini yang pertama menyentuh mangsa, mengulitinya seperti rasa dendam pada masa-masa aku tenggelam dalam. Menjadi pemburu-pemburu terdepan, atau mengakhiri kehidupan ini sebagai pecundang. Bagan Pete, 17 April 2018.

Singgah

Hidup ini adalah singgah, dua pilihan pasti, singgah sebentar atau menginap barang semalam. Mencicipi indahnya negeri fatamorgana kala malam, membius diri, menenggelamkan segala rasa mencekam. Di setiap persinggahan mata akan bersahabat pada banyak warna berkilau, menyilaukan, mengajak tangan untuk menggapai merasakan, lalu rasa akan memberi pesan untuk dapat memiliki, sebagian saja, atau hanya segenggam. Dalam persinggahan, bahagia atau menderita mungkin bukanlah takdir, tapi pilihan, karena persinggahan ini sejatinya adalah rentetan panjang banyak pilihan. Dalam persinggahan ini, ada banyak manusia yang bahagia dalam penderitaannya, ada juga manusia yang menderita dalam balutan selimut bahagia yang menipu mata. Telanaipura, 22 April 2018.

Ketika Malam

Pada malam yang telah larut ia berujar, bercerita tentang rasa. Pada saat bertambah pekat bertambah pula rasa itu lekat untuk diingat, langit tanpa bintang malam ini seperti dirinya, ia seperti merasa rindu yang sangat, membentang luas tak bertepi, hitamnya adalah hambar, sunyinya seperti busur panah yang tak punya arah, akan ke mana? Pada siapa? Sungai Kambang, Telanaipura - 25 April 2018